"Arti sebuah kepercayaan"
Sebelum meninggalkan tempat kerja, sore kemarin, aku sudah menghubunggi teknisi listrik untuk memperbaiki gardu listrik yang mengalami ganguan dan sekaligus menjalankan tugas dari atasan. Setelah melewati malam yang panjan, di pagi yang sunyi ini, aku melangkah dengan pasti, meningalkan rumah untuk mengawali karyaku, bekerja. Melaju dengan waktu, Aku bergegas meninggalkan hiruk-pikuk padatnya arus jalan yang membosankan. Suatu pemandangan yang lajim, yang memang di saat semua insan berangkat mengais rejekinya.
Dengan kelihaianku membaca setiap titik kemacetan, sangatlah membatu agar bisa menghemat waktu. Tibalah aku di tenpat kerja dengan selamat. Hatiku riang dan penuh percaya diri. Namun, dari semangat yang kumiliki, kini seakan terbendung dangan suasana yang terlahap oleh keheningan. Mataku bergegas, menyapu sekelilingku dengan seksama. Kulihat lampu padam, pc komputer keasyikan mendengkur, ups/power control lagi melupakan tanggung jawab yang semestinya. Terlebih atasanku yang lagi berwajah masam melihatku ketika aku melangkah masuk.
Seketika membuatku tersentak dan tanpa peduli dengan keadaan, lantas bertanya, "Ada apa gerangan, hingga semua pada diam?"
"Tengoklah sendiri bila Masih memiliki mata." Salah seorang rekan kerjaku menyahut dengan kesal.
"Upsss... itu jawaban yang bijak, tapi hanya membuatku dongkol." Ku hanya bersahut dalam hati. Tanpa ingin memperuncing suasana, bergegas aku melangkah menuju telpon umum, kuraih dan lekas jemariku menari diatas nomor 132. Tanpa basa-basi, lansung kuhujamkan kekesalanku hari ini. Sebab kemarin sore, sebelum meninggalkan kantor, sudah menghubunggi teknisi operator untuk membetulkan ganguan pada gardu yang mengaliri listrik ke ruangan kami.
"Bisa kau perbaiki gardu yang kemarin, sekarang?" Suaraku meninggi.
"Maaf pak, kemarin kita ada inspeksi mendadak dari auditor instansi. Rencananya sekarang baru mau perbaiki. Kita segera kesana."
Semua rekan kerja termasuk atasanku sudah meninggalkan ruangan, karena sudah waktunya makan siang. Namun, aku masih tertinggal, menghampiri para teknisi yang lagi membereskan rangkaian listrik yang mengalami kerusakkan. Sekali lagi, Ku urungkan niatku, untuk makan siang. Demi memulihkan kepercayaan yang telah pudar. Hanya berselang tiga puluh menit, semuanya beres. Dan sekembalinya mereka setelah makan siang, kini, kesunyian yang tadi telah musnah hidup kembali dan kepercayaan atasku kembali bersemi.
Bidau, 15.02.17
Djoe Lari Mata
Komentar
Posting Komentar